Postingan

Hidup

Membunuh ego dari diri yang curam Enggan melompat sebab takut terulang Berdebat alot hingga malam Jiwa melemah dan otot mengejang Tiap cerita tersaji dengan apik Meski harus berjuang dengan titik

His

I attempted my best in healing this pain Yet my heart doesn't follow my commitment The dawn has come while mine still hang in the rains His dream was stuck on this pain

Is it really a choice?

This topic was inspired by Prof Sam Richard (Penn State University) The current issue coming up within our society is the choices we made in every single aspects of life. Today, we see amount of people debating the president election, religion, hijab, education, tattoo, sex orientation, and soon. We were not questioning how we live as totally our own choices or not. For example, we as women who are living in east culture specifically Indonesian culture, are supposed to get married when we are in the age of 30. We are questioning whether this is a choice to get married or this is an intervention shaped by a particular society. We got married because we are ready to face further life. We know that we already got the right couple who has the same frequent. We need to take time for questioning all this stuff.

Mati dengan Tenang

Pilihan yang amat sulit Hingga tak seorang mengerti Aku mengakhiri Rasa sakit Dengan membunuh jiwa Ragaku masih sama Jangan harap jiwaku jua Kau yang menusuknya Pengharapan sudah pupus Bahkan putus Kau tak akan mampu Membangunkan sang empu Ia sudah mati Ia yang memilih Tuk Mati

Sesal

Perjanjian yang pernah dilanggar Karma atau kutukanpun berpendar Kepercayaan akan cinta buta sungguh nista Waktu dan kesabaran berujung sia-sia Mata memerah hati lebam Akibat asa terlalu dalam Saat hati nan raga mulai tertata Bongkahan batu sial menghujam Sang pemilikpun tak mampu mengendalikan Begitu maut, sesal, kesakitan memuncak Tubuh menyesali gerakan mulut yang sungguh congkak Jempolpun ikut meratapi kedustaannya Jika sang empu mencoba ingkar akan cinta Sedang sang hati akan gila

Hidup untuk Mati

Terlahir seorang makhluk yang begitu sempurna Bahkan ia sanggup menerima nasabnya Waktu bergulir tanpa henti Semua mendewa sebab terlena Namun Dewasa dan menua, kodratnya Saat maut menyapa ia sungguh tersiksa Ia lupa akan perjanjian dengan Tuhannya Ia lahir, untuk siap mati

Kembali

Iman diguncang saat mendekat Sesal dan menuduh apa Ia berkhianat Sebab aku sang pencandu taubat Mulut nan hati kerap kali melaknat Malu sungguh malu tuk kembali Lembar, demi lembar kini pudar Dari tangan hingga hati gemetar Saat bocah sangat disayang Kini ia tua dan usang Diri ini lupa akan sahabat kecilnya Maaf sudah melupa dan menjauh dari mu